Indonesia: Demokrasi Transaksional
OPINI | 03 March 2012 | 23:02
Dibaca: 173 Komentar: 0 Nihil
Kata-kata demokrasi selalu terdengar
lantang ditelinga kita, namun apakah kita mengetahui apakah itu
demokrasi?. Dan bagaimanakah sistem demokrasi yang selama ini dianut
oleh bangsa Indonesia.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen)
dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan
independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga
lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol
berdasarkan prinsip checks and balances.
Itulah demokrasi yang selama ini bergaung
ditelinga kita, namun pada implementasinya sistem demokrasi hanya
dijadikan alat kaum imprealis dan kapitalis untuk melenggangkan jalannya
‘mencengkeram’ Negara dunia ketiga dan Negara berkembang. Tak
terkecuali Indonesia ‘tercinta’.
Pada kenyataannya, implementasi dari
demokrasi tersebut sungguh sangat menyengsarakan rakyat Indonesia.
Karena demokrasi di Indonesia hanya berlaku pada saat pemilihan Umum (PEMILU) saja.
Memang tak salah jika SOE HOK GIE mengatakan
bahwa politik itu ‘tai kucing’ karena, demokrasi kita hanya sebatas
PEMILU saja. Dan bisa dikatakan demokrasi hanya untuk yang mempunyai
uang, tidak berlaku untuk wong cilik. Tidak bisa kita pungkiri,
menjelang PEMILU para calon beramai-ramai memberikan janji-janji yang
begitu ‘surgawi’, akan menjanjikan pendidikan gratis, kesehatan gratis,
kesejahteraan sosial, persamaan hak dimata hokum. Namun kembali lagi
semua itu hanya sebatas ‘OMDO’ alias omong doang.
Penyakit Para Pemimpin Negeri
Setelah para pemimpin itu berkuasa, maka mereka tiba-tiba terserang penyakit lupa ingatan, bahkan bisa dibilang permanen. Mereka lupa akan janji-jani mereka kepada rakyat yang memilihnya.
Para pemimpin itu lebih sibuk dengan
proyek-proyek yang akan mereka ‘mainkan’ agar ‘menebalkan’ isi
rekeningnya. Bahkan tak segan-segan untuk menggunakan uang rakyat untuk
kepentingan pribadinya.
Lingkaran Iblis Demokrasi Transaksional
Ada pribahasa tak ada asap jika tak ada api,
tak ada peawaran jika tak ada permintaan. Para pemimpin negeri ini tak
ada bedanya dengan boneka kaum imprealis dan kapitalis, mereka akan rela
mengorbankan apapun demi dirinya dan golongannya (Partai). Dan sudah
menjadi rahasia umum juga jika pemimpin yang ‘bersih’ pasti akan
tersingkir oleh sistem demokrasi transaksional made in Penguasa, Pengusaha dan politikus.
Pada awal Indonesia merdeka, sebenarnya bisa
dikatakan tidak mempunyai hutang ‘asli’ kepada Negara manapun. Dan
hutang Indonesia kepada pihak asing adalah warisan dari pemerintah
kolonial. Dan sebenarnya Indonesia bisa membayar semua hutang itu,
karena Indonesia mempunyai Sumber Daya Alam (SDA) yang begitu banyaknya,
seperti Emas di papua, Batu Bara di Kalimantan, Minyak diblok Cepu,
Indramayu, laut lepas, dan masih banyak SDA lainnya yang belum
ditemukan. Namun sayangnya pemerintah begitu bodohnya menyerahkan itu
semua kepihak pengusaha asing yang notabene adalah kaki tangan
kaum-kaum kapitalis dan imprealis yang tak akan berhenti sampai kapanpun
untuk menyedot “darah, daging, dan tulang’ ibu pertiwi.
Pada saat pemerintah dan penguasa ‘kong
kalikong’ merekayasa proyek, anggaran, dan data maka para politikus
dengan ‘sadar’nya melegalkan itu semua, karena mereka juga pasti
kecipretan uang ‘setan’ itu.
Demi kepentingan segelintir orang untuk
mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, maka mereka rela mengorbankan
kepentingan rakyat. Bahkan tak heran jika kemajuan perekonomian
Indonesia hanya ditopang oleh beberapa glintir orang saja tanpa
diimbangi dengan kesejahteraan bagi rakyat kecil.
Pada saat perusahaan property berlomba-lomba
membangun apartemen dan perumahan ditempat-tempat yang seharusnya
menjadi tempat resapan air, hutan bakau dll, maka pada saat itu juga
banyak rakyat miskin yang menjadi tuna wisma. Pada saat para anak
pejabat, konglomerat, dan politkus menikmati makanannya dihotel
berbintang lima, maka pada saat yang sama pula warga miskin memakan nasi
aking, gaplek makan-makanan yang tidak bisa dikatakan layak untuk dikonsumsi manusia.
Maka jangan heran jika kecukupan gizi untuk
orang Indonesia secara rata-rata dibawah normal, sehingga tak kaget jika
kita mendengar berita masih banyak anak Indonesia yang bergizi buruk
dan busung lapar seperti yang terjadi di Nusa Tenggara dan papua.
Demokrasi Asli Indonesia
Selama Indonesia masih menganut sistem
demokrasi transaksional, “ada uang semua lancer”. Maka jangan harap
Indonesia akan merdeka 100%. Perlu adanya kesadaran individu untuk
menciptakan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Dan kesadaran individu
akan timbul jika rakyat Indonesia mendapatkan pendidikan. “jangan
biarkan hak-hak kita dirampas oleh para pemerintah khianat, pengusaha
licik, dan politikus busuk”. Demokrasi tidak mati, namun demokrasi
sedang tertidur panjang, oleh karena itu kita sebagai rakyat Indonesia
wajib untuk membangunkannya. Demokrasi Pancasila adalah karakter bangsa,
yang selama ini sengaja dihilangkan oleh para penghianatnya, karena
Demokrasi Pancasila yang hanya bisa menyainyi bahkan mengalahkan
demokrasi transaksional ala kapitalis dan imprealis (Amerika dan
kroni-kroninya).